Tradisi Akkalomba dilakukan semalam lamanya, namun persiapan pelaksanaannya memakan waktu yang sangat lama, hingga satu bulan. Upacara adat Akkalomba ini dilakukan kepada setiap anak yang berada di kawasan Kajang, terkhusus bagai masyarakat adat Ammatoa yang berada di Desa Tana Toa. Adapun tujuan dari pelaksanaan upacara adat ini adalah menghindari anak dari segala macam penyakit, seperti keterbelakanan mental dan berbagai penyakit lainnya. Pelaksanaan upacara adat ini memiliki tahapan yang cukup rumit untuk dilaksanakan. Namun bagi masyarakat adat Ammatoa, pelaksanaan upacara ini merupakan suatu kewajiban. Mereka beranggapan bahwa, ketika mereka tidak melakukan upacara adat ini, maka kehidupan anak-anak mereka kelak akan sia-sia. Masyarakat di desa Tana Toa sangat menjunjung tinggi kepercayaan terhadap kekutan pemilik alam semesta ini, yaitu Tu Riek Akrakna. Mereka percaya bahwa, apa yang mereka lakukan akan memberikan dampak bagi kehidupan mereka. Ketika mereka tidak melaksanakan perintah Tu Riek Akrakna maka akan tertimpa musibah. Namun sebaliknya, ketika mereka melaksanakan seluruh perintah Tu Riek Akrakna, termasuk pelaksanaan upacara adat, maka kebaikan akan selalu menaungi mereka. Adapun prosesi upacara adat Akkalomba terdiri dari tahap persiapan dan proses pelaksaanaan, sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Dalam pelaksanaan proses upacara adat Akkalomba membutuhkan waktu yang lama. Dimulai dengan musyawarah, memilih hari baik, mengumpulkan kayu bakar, mengumpulkan beras, mengundang para petinggi adat dan kerabat, serta memasak makanan khas masyarakat Kajang. Berikut ini dijelaskan lebih banyak tentang masing-masing tahapan upacara adat tersebut.
1. A’bicara (Melakukan Musyawarah)
Masyarakat Kajang sangat menjunjng tinggi kebersamaan dan kekeluargaan, sehingga ketika ingin melakukan suatu hal yang melibatkan keluarga besar, maka diharuskan untuk melakukan musyawarah terlebih dahulu. Hal yang paling pertama dilakukan adalah musyawarah dari pihak Ayah untuk memberikan persetujuan kesanggupan melakukan upacara adat Akkalomba. Menurut peraturan dalam pelaksanaan tersebut, upacara adat Akkalomba seluruhnya ditanggung oleh keluarga dari pihak ayah. Namun ketika dalam pelaksanaannya terjadi kekurangan, maka pihak ibu boleh turut membantu.
2. Appile allo haji’ (Memilih Hari Baik)
Setelah memperoleh kesepakatan dari pihak keluarga mengenai kesanggupan untuk melaksanakan upacara adat tersebut, langkah selanjutnya adalah mendatangi pa’uragi, yaitu gelar bagi masyarakat Ammatoa yang mengetahui banyak hal tentang ilmu perbintangan, atau sering dikenal dengan ahli nujum. Pa’uragi bertugas untuk mencari allo haji’ (hari baik) dengan cara berdiam diri dan memohon petunjuk kepada Tu Riek Akrakna dan upacara adat Akkalomba dilakukan menjelang tengah malam.
3. A’barung-barung (Memperluas Salah Satu Sisi Rumah)
A’barung-barung atau memperluas salah satu sisi rumah merupakan kegiatan yang dilakukan setelah mengetahui hari baik. Seluruh pekerjaan tersebut dilakukan oleh laki-laki, mulai dari pengumpulan balok, papan, dan merangkainya menjadi sebuah tempat yang luas dan dapat dijadikan tempat bagi kaum wanita untuk memasak. Mereka bekerja bersama-sama tanpa mengharapkan imbalan.
4. Passe’re Kaju Pallu (Pengumpulan Kayu Bakar)
Kegiatan ini adalah mengumpulkan kayu bakar sebanyak mungkin untuk digunakan ketika proses masak-memasak.
5. A’buritta (Mengundang)
A’buritta merupakan bahasa Konjo yang berarti mengundang secara lisan perangkat desa untuk menghadiri upacara adat Akkalomba yang dilakukan di rumah pemilik hajatan. A’buritta dilakukan empat hari sebelum upacara adat tersebut berlangsung. Dalam pelaksanaan A’buritta, keluarga pelaksana acara memberikan amanah kepada sepasang laki-laki dan perempuan yang mempunyai garis teturunan sebagai pa’buritta. Proses a’buritta dimulai ketika pa’beritta mendatangi rumah Ammatoa dengan membawa daun sirih dan buah pinang yang diletakkan diatas piring. Kemudian pa’buritta duduk berhadapan dengan Ammatoa sambil menyerahkan sepiring daun sirih dan buah pinang. Jika piring tersebut diambil oleh Ammatoa, berarti pa’buritta telah diterima oleh Ammatoa. Selanjutnya pa’buritta menyampaikan tujuan kedatangan mereka 6. Angngamme Berasa (Merendam Beras)
Dua hari sebelum pelaksanaan Akklomba, maka dilakukan angngamme berasa yang dalam bahasa Indonesia berarti merendam beras. yang merupakan awal dari proses pembuatan makanan khas masyarakat Kajang.
7. Proses Memasak (A’pakatasa)
Pada saat sehari sebelum pelaksanaan upacara adat, dilakukanlah kegiatan a’pakatasa, dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai proses memasak. Adapun makanan yang dibuat pada saat upacara adat seperti kampalo, dumpi eja (kue merah), katupa (ketupat), ruhu-ruhu, roko-roko cangkudi, jangang (ayam), dan lainnya.
8. Assolo’ Berasa (Menyumbang Beras)
Pada siang hari pelaksanaan upacara adat, para tamu berbondong-bondong datang dengan membawa beras yang tidak ditentukan jumlahnya, dan diserahkan kepada keluarga yang melaksanakan hajatan tersebut. Pemberian beras oleh para tamu dimaknai sebagai simbol gotong royong dalam pelaksanaan suatu upacara adat.
b. Tahap Pelaksanaan Upacara Adat Akkalomba
Setelah tahap persiapan selesai disiapkan semua alat dan bahan diletakkan di tengah para tamu, pihak penyelenggarapun memberikan sebuah dupa (kemenyan, yang apabila dibakar asapnya berbau harum). Adapun tahap pelaksanaan upacara adat Akkalomba tersebut sebagai berikut.
Tahap pertama, ritual membakar kemenyam dan berdoa di acara Akkalomba menjadi simbol bahwa restu dari leluhur selalu menyertai orang yang mengadakan upacara Akkalomba. Setelah doa selesai dilaksanakan tibalah saatnya anggada' (makan adat) menyajikan makanan dalam talang untuk pemangku adat yang hadir yaitu dimana makan bersama menjadi tanda bahwa seluruh pemuka tokoh adat, agama, dan tokoh masyarakat dihormati secara penuh oleh yang mengadakan upacara dan sebagai simbol kebersamaan dan persatuan antara masyarakat dengan tokoh adat. Setelah itu, makan bersama juga menjadi simbol bahwa hingga kini, masyarakat Kajang tetap melaksanakan pesan leluhur.
Tahap kedua, dukun dan anak beserta orang tuanya duduk berhadapan di depan makanan kemudian didoakan lagi oleh dukun. Setelah itu dukun melanjutkan lagi doa-doanya dengan dupa yang berupa kemenyam dan kacang hitam.
Tahap ketiga, dukun mengipas-ngipaskan dengan cara kipas dibolak balik atas bawah diatas makanan sesajian kue-kue yang ditutup dengan daun pisang dan kain putih. Setelah makanan dikipas dupa kemenyam tadi diputar-putar kekiri dan kekanan sebanyak tujuh kali, yaitu kekiri sebanyak tiga kali dan kekanan sebanyak empat kali, lalu kembali lagi sesajian dikipas ulang. Maknanya agar anak yang di Akkalomba sembuh, istilah dalam pengobatan pada jaman dahulu adalah paja dan sau yaitu konsep kesembuhan dari suatu penyakit. Tahap keempat, dukun mengambil tala (sejenis gelang yang berbentuk melingkar yang terbuat dari daun tala yang sudah kering) yang sudah dibasahi dari air sisa wudhu tadi, yang kemudian dukun memberikan orangtua atau keluarganya.
Tahap kelima atau ritual terakhir yaitu sanro/dukun menaburkan beras satu genggam kepada anak sampai ketamu-tamu/keluarga disekitar tempat upacara Akkalomba diadakan. Ritual terakhir dukun mengambil seikat daun tumbuhan terdiri dari empat puluh jenis, yang biasa disebut raung kayu patang pulo, kemudian menyelupkan keair lalu menyiram-nyiramkan ke anak beserta tamu dan keluarga supaya acara ini tenang dan dingin sampai seterusnya dan bertanda upacara selesai dilaksanakan. Itulah prosesi akhir peran dukun sebagai aktor utama dalam proses pelaksanaan upacara Akkalomba.