Implementasi tallasa kamase-masea dalam kehidupan sehari-hari bagi orang Kajang dapat disimak pada: (1). Pakaian yang dikenakan. Orang Kajang hanya menggunakan dua warna kain, yaitu hitam dan putih sebagai lambing kesederhanaan. Warna hitam mengandung makna sebagai awal keberadaan manusia yang berasal dari kegelapan, yaitu alam rahim. Sedangkan warna putih mengandung makna kelahiran manusia di dunia dengan cahaya yang terang benderang. Selain itu, warna hitam bermakna sebagai kesamaan dalam segala hal, tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, semua hitam adalah sama. Kemudian berpakaian dengan warna hitam juga menandakan adanya kesamaan derajat pada setiap orang di depan Turi’e Ara’na.
(2) Kesamaan bentuk dan bangunan rumah yang sederhana. Kesamaan ini terlihat dari bentuk arsitekturnya yang sama, menggunakan bahan material kayu dan bambu yang sama, dan beratap rumbiah. Posisi rumah yang semuanya menghadap kearah barat tempat terbenangnya matahari. Hal ini bermakna bahwa semua kehidupan di dunai ini akan berakhir, sama dengan tenggelamnya matahari dalam kegelapam malam. (3) Kesederhanaan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Berpakaian secukupnya ( care-care narie’), makan secukupnya (angnganre narie’), membeli ikan secukupnya (pammalli juku’ narie’), berkebun secukupnya (koko narie’) dan memiliki rumahs ecukupnya (balla setuju-setuju). Ketaatan dalam menjalankan prinsip kamse-masea disebabkan adanya kepercayaan yang diyakini, bahwa di hari kemudian nanti akan mendapatkan imbalan kalumannyang kalupepeang (kekayaan tiada taranya). Demikian pula takut akan mendapatkan sanksi.
Bagi orang Kajang yang tidak menjalankan pola hidup kamase-masea, akan diusir keluar dari wilayah Tana Kamase-masea atau mendapatkan sanksi sosial berupa pengucilan dari semua kegiatan sosial dalam masyarakat. Sanksi yang paling berat, yang mereka percaya dan meyakini adalah penolakan dari Turi’e A’ra’na terhadap arwah bilamana kelak sudah meninggal dunia.