Dahulu kala di sekitar Pura Mekori masyarakat desa mengadakan piodalan atau hari besar di Pura Mekori setiap enam bulan sekali. Ketika piodalan tersebut diadakanlah tarian rejang tetapi saat tarian berakhir selalu saja penari terakhir hilang. Hal ini terjadi setiap pementasan rejang.
Tersebutlah sepasang pengayah yang disebut sebagai "kanibal" oleh penduduk sekitar pura. Pasangan suami istri ini tinggal di gua dekat Pura Mekori. Pasangan inilah yang diduga mengambil penari terakhir setiap tari rejang dipentaskan. Rupa kedua pasangan ini mirip seperti manusia biasa tetapi konon tidak memilih piltrum pada bibir bagian atasnya.
Penduduk kemudian membuat ide jika nanti mementaskan tari rejang lagi maka setiap penari harus diikat dengan tali tridatu (merah-putih-hitam). Maka, pada suatu ketika saat tari rejang ini dipentaskan kembali, penari paling terakhir hilang. Penduduk menelusuri benang yang dibawa penari dan ditemukan berakhir di gua pasangan "kanibal".
Penduduk yang marah kemudian membuat ide lagi untuk membakar gua dengan pura-pura menaruh jerami kering dan dedaunan kering lainnya kemudian di bakar. Maka marahlah pasangan tersebut dan lelaki berkata jika yang suka memakan manusia adalah istrinya. Karena kebakaran tersebut istrinya meninggal.
Dari sejak itu ketika mementaskan rejang tersebut penari diikat atau dililit benang sehingga tarian rejang di Pura Mekori disebut Tari Rejang Lilit.