Tersebutlah tanah Tenganan sebagai pemberian Dewa
Indra. Kisahnya bermula dari kemenangan Dewa Indra atas peperangan melawan Raja Mayadenawa yang otoriter.
Dunia, akibat peperangan itu, dianggap kotor. Oleh karena itu, dibutuhkan upacara penyucian dengan kurban seekor
kuda. Terpilihlah Oncesrawa, kuda milik Dewa Indra sebagai bakal kurbannya.
Kuda yang dianggap sakti itu memiliki bulu putih
dengan ekor warna hitam yang panjangnya sampai menyentuh tanah. Kuda yang diyakini muncul dari laut itu, melarikan diri ketika ia tahu bahwa dirinya akan dijadikan kurban. Dewa Indra segera menugaskan Wong Peneges, prajurit kerajaan Bedahulu, untuk mencari Oncesrawa.
Orang-orang Paneges dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
Kelompok pertama mencari ke arah barat dan kelompok
kedua mencari ke arah timur. Kelompok pertama tidak
menemukan jejak kuda kurban, sedangkan kelompok kedua berhasil menemukan kuda tersebut dalam keadaan mati pada suatu tempat di lereng bukit, yang sekarang disebut Bukit Kaja ‘bukit Utara’, Desa Tenganan Pegringsingan.
Hal itu, segera diketahui oleh Dewa Indra dan selanjutnya,
beliau bersabda untuk memberikan anugerah berupa tanah seluas bau bangkai tercium. Wong Peneges pun rupanya ‘cerdik’, mereka memotong-motong bangkai kuda itu dan membawanya sejauh yang mereka inginkan. Dewa Indra mengetahui hal itu, lalu turunlah Dewa Indra sembari melambaikan tangan, sebagai tanda bahwa wilayah yang mereka inginkan sudah cukup. Wilayah itulah yang sekarang disebut sebagai Tenganan Pegringsingan.
Keadaan itu dapat kita lihat sampai kini dengan adanya
peninggalan-peninggalan megalitik yang oleh masyarakat setempat dianggap sebagai tempat suci atau tempat-tempat pemujaan. Tempat-tempat suci yang berkaitan dengan matinya kuda Onceswara dapat dilihat sampai sekarang, seperti:
Kaki Dukun. Tempat ini terdapat di bukit bagian utara
Desa Tenganan Pegringsingan. Peninggalan megalitik ini
memiliki bentuk menyerupai phallus (kemaluan) kuda dalam keadaan tegak. Menurut anggapan masyarakat setempat, apabila ada sepasang suami istri belum memperoleh keturunan dalam perkawinannya, mereka mohon ke tempat suci kaki dukun agar bisa dikaruniai keturunan.
Batu Taikik atau Batu Talikik, merupakan tempat
suci yang berada di bukit bagian utara. Berbentuk monolith yang terbesar di wilayah Desa Tenganan Pegringsingan. Batu Taikik dianggap sebagai bekas isi perut atau kotoran
kuda Onceswara. Upacara yang dilaksanakan di sini dengan tujuan memohon kemakmuran.
Sementara itu, Rambut Pule merupakan tumpukan batu-batu kali yang tersusun sedemikian rupa, yang dipercayai penduduk Tenganan sebagai bekas ekor kuda.
Penimbalan. Penimbalan ini berbentuk monolith yang
oleh masyarakat setempat dianggap sebagai bekas pahanya kuda. Penimbalan Kangin diyakini sebagai paha kanan dari kuda Onceswara terletak di bukit kangin disebut dengan Pura Penimbalan Kangin.
Sementara itu, di Bukit Papuhuryaitu bukit di bagian barat Desa Tenganan Pegringsingan, terdapat peninggalan yang diyakini sebagai paha kiri dari kuda Onceswara, ataum dikenal dengan Pura Penimbalan Kauh. Upacara yang dilaksanakan di tempat ini berkaitan dengan upacara untuk Teruna Nyoman.
Batu Jaran. Tempat suci ini terdapat di bagian utara dari
Desa Tenganan Pagringsingan yang dianggap sebagai bekas matinya kuda Onceswara.
Menurut cerita masyarakat setempat, Tenganan berasal
dari kata ngatengahang (bergerak ke tengah). Hal ini berkaitan dengan cerita berpindahnya warga Tenganan dari pesisir Pantai Ujung mencari tempat yang berlokasi lebih ke tengah.
Versi lainnya menyebutkan bahwa Tenganan berasal
dari kata tengen yang berarti kanan. Hal ini berkaitan dengan cerita warga Tenganan yang berasal dari orang-orang Peneges. Peneges berarti pasti atau tangan kanan