Dahulu kala di Lebak Sanga ada seorang raja bernama Raja Suna, membawa 2 orang keturunan Pangawinan (Pacalikan), sepasang laki-laki dan perempuan, yang laki-laki dibawa ke Cikaret (Cisungsang, Cicarucub, dll) disebut Dulur Lalaki dan diberi bekal kemenyan, sedangkan yang perempuan dibawa ke Citorek disebut Dulur Awewe diberi bekal Panglay (kunyit besar).
Dalam cerita masyarakat Kasepuhan, nama Citorek berasal dari kisah seorang pengembara yang diutus untuk mencari lahan pilembureun atau lahan yang akan dibuat pemukiman, pengembara tersebut beristirahat di sebuah bukit yang kini dinamanan Cimanceuli (sebelah timur Kasepuhan Citorek) semasa istirahat sang pengembara tersebut merasa lapar dan mulai hendak memasak, namun tak menemukan air. Keesokan harinya, sang pengembara tersebut beranjak dari tempat istirahat untuk melanjutkan perjalanan, baru saja turun ternyata tak jauh dari tempat istirahat ada aliran air namun tak mengeluarkan gemuruh seperti kebanyakan sungai di Lebak. Aliran air tersebut senyap sehingga sang pengembara menyebutnya Torek atau Tuli. Sejak saat itulah daerah tersebut dinamakan Citorek yang berarti aliran sungai yang tak mengeluarkan suara gemuruh. Hingga saat ini Kasepuhan Citorek telah dihuni oleh 5 generasi yang diperkirakan generasi pertama tahun 1802.