Lubuk larangan adalah sebuah kearifan lokal masyarakat yang berkaitan dengan lingkungan. Lubuk larangan adalah sebuah wilayah/ tempat/lokasi yang berada di sungai yang disepakati oleh masyarakat bersama lembaga adat, dimana ditempat yang telah disepakati dilarang untuk mengambil ikan dan lain-lain. Lubuk Larangan yang ada di kawasan desa-desa hutan adat Senamat Ulu banyak terdapat ikan asli dataran tinggi yang hidup di sungai tersebut, seperti ikan semah, ikan garing, ikan belido, ikan dalum dan beberapa ikan lainnya. Untuk panen di Lubuk Larangan waktunya telah ditentukan bersama ada yang satu tahun, dua tahun maupun tiga tahun. Panen dilaksanakan bersama oleh masyarakat baik tua maupun muda sebagai sebuah kebersamaan. Pada saat panen ikan tersebut, maka masyarakat menjadikannya sebagai sebuah pesta rakyat. Pada saat memanen ikan di Lubuk Larangan, ada aturan yang telah disepakati yakni; tidak boleh memanen lebih dari dua lampu petromaks, tidak boleh menggunakan jala yang melebihi lebar sungai, tidak boleh menebarkan racun, tidak boleh menyetrum ikan, dan beberapa aturan adat lainnya. Setelah masa panen selesai (Buka Lubuk), maka akan ditutup kembali dengan pembacaan Surah Yaasin dan pembacaan sumpah yang dibacakan oleh kepala Desa/Rio setempat. Ada hukum adat yang telah disepakati bila terjadi pelanggaran atau mengambil ikan di Lubuk Larangan tersebut, yakni membayar denda adat berupa selemak manis atau mengganti dengan seekor kambing, kerbau, dan lain sebagainya. Akan tetapi yang paling ditakuti oleh masyarakat adalah hukuman adat yang disebabkan oleh sumpah nenek moyang yang dikenal dengan sumpah adat atau Biso Kawi yang berbunyi Ke Bawah Idak Berakar, Ke atas Idak Bepucuk, Di tengah-tengah di Tebuk Kumbang (Ibarat hidup yang tidak berguna, sepanjang hidupnya akan terkena musibah). Lubuk Larangan memiliki fungsi yang sangat beragam, menjaga kelestarian hutan, air, tanah, serta melestarikan adat istiadat setempat.