Pengetahuan tentang Ruang Menurut MHA Goiso Oinan

Basisdata Adat Istiadat
DATA
Nama Adat Istiadat
Pengetahuan tentang Ruang Menurut MHA Goiso Oinan
Deskripsi

Pembagian Ruang atau tanah menurut adat di Goiso Oinan adalah 

  1. Onaja (Rawa) : adalah tempat menanam bahan pangan seperti gette, sagu, dan puibaatda saina (siugguk). pengelolaannya dilakukan oleh ibu-ibu dan boleh dipakai untuk warga suku di komunitas. akan tetapi tidak bisa  diperjualbelikan. warga komunitas hanya memilikki hak pakai. Siugguk ada yang dibuat oleh Sibakat polak dan ada yang dibuat Sibakat mone. Pada umumnya onaja diolah dan dikerjakan oleh ibu-ibu, baik bertanam gette, sagu dan sebagainya. Secara garis besar fungsi perempuan hanya bertugas mengolah lahan onaja dengan sangat sederhana. Onaja merupakan lahan yang diolah secara ringan, sehingga bisa dikerjakan oleh perempuan.
  2. Suksuk (Dataran) merupakan dataran rendah yang digunakan untuk perkampungan dan penanaman pisang, buah-buahan, kelapa, dan bahan pangan lainnya. Suksuk banyak ditanami dengan tanaman pertanian seperti padi, Masyarakat di Goiso Oinan pada umumnya menanami Suksuk dengan padi, dimana suksuk diolah menjadi sawah ketika musim hujan. Persawahan di Goiso Oinan pada umumnya pertanian ladang, atau sawah tadah hujan, dimana sawah diolah mengunakan air hujan yang tergenang pada suksuk. pengolahan padi di suksuk pada umumnya mengunakan padi dengan benih yang dibeli dan didatangkan dari daerah lain di luar Kabupaten Kepulauan Mentawai. Sistem pengolahan suksuk menjadi sawah dengan pola sekali tanam dua kali panen. sawah diolah sampai panen, ketika panen pertama selesai, rumpun padi dipotong pada bagian pangkalnya dan menunggu tumbuh lagi tunas padi baru pada rumpun padi yang tertinggal. Pola tanam seperti ini dapat menguntungkan petani di Goiso Oinan dimana menghemat benih dan menghasilkan 50% panen padi dari biasanya. pada umumnya yang melaksanakan pengolahan sawah juga perempuan.
  3. Pulaggaijat adalah tanah perkampungan. semua warga boleh mengunakannya untuk membangun tempat tinggal dengan meminta izin terlebih dahulu kepada Sibakkat polak. Mereka hanya memiliki hak pakai dan tidak bisa memperjualbelikan tanah tersebut. Pada umumnya masyarakat di Goiso Oinan membangun rumah mereka di tanah Pulaggaijat, dimana selama ketua adat (Rimata) dan kepala Desa/Dusun mengizinkannya maka akan tetap tinggal ditanah tersebut tanpa adanya pengusuran. Kecuali jika ada program pembangunan proyek pemerintah dan sebagainya.
  4. Ratei adalah tempat pemakaman. semua warga Goiso Oinan boleh mengunakan Ratei, selama menjadi anggota masyarakat adat. Pemakaman dibagi menajdi dua, yaitu permakaman orang dewasa, dan pemakaman bayi/anak-anak sereta orang yang belum dilakukan punen matutu mata (pesta pemberian tanda anak yang sudah dewasa).
  5. Leleu (pergunungan) atau hutan, adalah daerah kebun warga di pergunungan dengan tanaman keras seperti cengkeh, pala, buah-buahan seperti durian, kelapa, rotan, dan lain sebagainya. Leleu diolah oleh Laki-laki. Laki-laki mengolah leleu dengan menanami berbagai tanaman yang berbuah pada musimnya. Daerah Goiso Oinan merupakan penghasil durian yang sangat dikenal di wilayah Sipora Utara. Pada umumnya laki-laki mengolah leleu dengan berangkat pada pagi hari dan pulang pada sore harinya. Mereka berangkat ke leleu dengan menghabiskan waktu untuk merambah leleu, menanam cengkeh, dan mengambil hasil leleu yang sudah layak panen. Hasil leleu dibawa pulang untuk keperluan hidup, dimana ada dikonsumsi sendiri dan ada dijual ke warga lainnya.
  6. Babag adalah sejenis kolam yang biasanya beraeda di dekat sungai. Babag dimiliki oleh Sibakkak Mone. Babag pada umumnya diisi dengan ikan, lokasi pengembangan toek, sehingga pemanenannya bisa dilakukan bersama-sama oleh kaum perempuan atas persetujuan Sibakkat mone. Babag banyak digunakan untuk pengembangbiakan toek di Goiso Oinan. Oleh karena banyaknya pengembangan toek ini, maka daerah Goiso Oinan dikenal dengan daerah penghasil toek. toek merupakan lauk penganti ikan yang dapat dimakan lansung stelah panen atau ditambahkan dengan bumbu dapur seperti asam, dan garam, dimakan bersamaan dengan gette, atau nasi.  

 

 

Etnis yang melaksanakan
Mentawai
Propinsi
Sumatera Barat