Sejarah ketemenggungan Tae

Basisdata Tradisi Lisan
DATA
Nama Tradisi Lisan
Sejarah ketemenggungan Tae
Kategori
Sejarah lisan
Etnis Penutur
Dayak Tae
Medium Penyajian
lisan
Komponen Tokoh atau Pelaku
Deskripsi

Orang Tae sudah mengenal taktik perang sejak dahulu. Perang jaman dahulu adalah berinso/bekayo. Pada jaman dahulu Tae terkenal mengumpulkan kepala yang paling banyak hingga inye’ sangkep penungkekng (satu tempat besar) penuh. Semua kepala inso/hasil bekayo di masukan dalam sangkep (sebuah tempat yang terbuat dari kulit tengkawang) yang disimpan di hutan tua atau polo). Tempat itu kemudian di bakar orang sehingga di sebut Polo Makng Cocol (cocol artinya di bakar). Kepala yang masih tersisa dipindahkan ke hutan tua atau polo dekat kampokng. Di tempat ini kepala hasil bekayo ini dicuri orang (kuni na nangko) sehingga hutan tersebut di namakan Polo Makng Tangko. Dengan pencurian ini maka orang Tae tidak lagi menyimpan satupun kepala inso (musuh) sehingga mereka tidak bisa melakukan Ritual Adat Notokng. Meski demikian orang Tae tetap bisa melakukan Ritual Adat Ganjor. Ritual ini  dilakukan untuk memelihara keramat puaka Pedagi Guna yang ada di wilayah Tae dan sekaligus untuk memelihara Kecunekng Entek (otak) yang ada sampai sekarang. Para inso pun pindah mengayo ke suatu wilayah daerah Peruan. Kedatangan para inso ke Kampokng Peruan  menjadikan kampung ini sepi dan sunyi. Mereka tidak ada yang berani keluar dari rumah karena dicengeram rasa takut. Di saat yang sama Kampokng Tae juga sepi dan sunyi. Mereka dilanda rasa takut keluar rumah karena seekor macan tunggal berkeliaran untuk memangsa manusia. Kedua peristiwa ini menjadikan orang Tae dan orang Peruan bertemu untuk menceritakan kejadian-kejadian yang ada di kampokng mereka masing-masing dan membuat kesepakatan. Kesepakatan tersebut berisi bahwa orang Peruan berangkat ke Tae untuk membunuh seekor macan dan orang Tae (pelagok/panglima-panglima) berangkat ke Peruan untuk melawan para inso. Hal ini menjadi asal muasal mengapa orang Tae dan orang Peruatn bertukar tempat/wilayah/pemukiman dimana orang Tae bermukim diwilayah Kampokng Ubah/ Sungai Ubah yang berada disekitar Bukit Tiong Kandang. Ketika mereka mendengar bahwa macan tersebut sudah terbunuh maka masyarakat Tae pindah  ke dekat sungai yang lebih besar yang bernama Pint Tae (Sungai Tae). Lama kelamaan pemukiman tersebut semakin ramai sehingga mereka bersepakat menyebut wilayah mereka adalah Kampokng Tae. Melihat penduduk yang tinggal di Kampokng Tae semakin ramai, mereka berpikir untuk menentukan seorang pemimpin. Setelah bersepakat mereka menunjuk Raja Uda yang mereka anggap mampu untuk memimpin. Sebagai pemimpin, Raja Uda diberi gelar Manggokng. Beliau adalah orang pertama yang menjadi pemimpin di Kampokng Tae. Setelah Manggong Raja Uda meninggal, posisi Manggong dipegang oleh Pet Kisi Bin Alep yang berkedudukan di Kampung Padang. Setelah Pet Kisi Bin Alep meninggal, beliau digantikan oleh Pet Yu’ yang berkedudukan di Kampokng Makng Lele (Teradak). Selanjutnya posisi manggong dipegang oleh Pet Malam (Ma’ Unggat). Pet Malam menjabat hanya sementara yaitu setengah tahun. Posisi Manggong berikutnya dijabat oleh Pet Kijir yang berkedudukan di Kampokng Ma’ Yawak di Pertengahan Tae. Oleh karena  merasa tak mampu lagi menjalankan tugas dan tanggungjawabnya maka Pet Kijir menyerahkan jabatannya ke Pet Reme’ yang berkedudukan di Kampokng Tae Atas. Pet Reme hanya menjabat selama satu setengah tahun saja. Selanjutnya posisi manggokng diserahkan kepada Pet Mabuk Bin Kulak yang berkedudukan di Kampokng Tae Bawah. Selain menjadi manggong Pet Mabuk juga menjadi Dukun Tamba Patah. Merasa aktivitasnya semakin padat beliau merasa tidak mampu sehingga memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai manggong. Pet Gegel Bin Ure di Kampokn Mak Ijingpun terpilih menjadi penggantinya. Oleh karena ia bekerja sebagai penyadap enau sehingga jarang ada di rumah maka ia memutuskan untuk berhenti menjadi manggong. Dengan berhentinya Pet Gegel Bin Urep, masyarakat Kampokng Tae merasa kehilangan sosok pemimpin. Masyarakat Tae pun melakukan pertemuan untuk mencari pengganti beliau. Pada pertemuan tersebut masyarakat sepakat untuk mengangkat kembali Pet Mabuk Bin Kulak sebagai manggong Kampong Tae untuk kedua kalinya. Pada tahun 1980 masyarakat Kampokng Tae mengadakan upacara adat ganjur untuk menggangkat Pet Mabuk Bin Kulak. Seiring berjalannya waktu, usia Pet Mabuk Bin Kulakpun semakin renta dan akhirnya beliau menyerahkan tugas dan tanggungjawabnya sebagai manggong kepada masyarakat Kampokng Tae. Masyarakat Kampokng Tae kembali bersepakat untuk menentukan manggong selanjutnya. Dalam kesepakatan tersebut, masyarakat memilih Pet Gegel Bin Ure. Jabatan ini merupakan jabatan kedua kali baginya sebagai Manggong Kampokng Tae. Pet Gegel Bin Ure diberi gelar Mangku Ure. Upacara Ganjurpun dilakukan untuk mengangkat temtenggung yang baru, sekaligus untuk memelihara Pedagi Guna Keramat Puaka yang ada di Kampokng Tae. Pada masa kepemimpinan Pet Mangku Ure, Kampokng Tae terkenal dengan aturan adatnya yang bijaksana, dengan semboyannya “Ka Atu Ti Ngasep, Ka Tana Ti Ngali, Meriapm Tana Jaji Jarupm”. Selain sebagai manggong Pet Mangku Ure juga dikenal orang sebagai Dukun Paca, beliau sering membantu masyarakat dalam berbagai kegiatan adat-istiadat/ritual adat. Pada tahun ... seorang etnis Cina/Tiong Hoa bernama Pak Siku beniat di Munggu Tiong Kandang (Bukit Tiong Kandang). Setelah niatnya terkabul, beberapa tahun kemudian Pak Siku kembali ke Tae untuk membayar niatnya tersebut. Beliau membayar niatnya di Kampokng Beruak dimana pada saat itu Pet Mangku Ure sedang menyadap enau/apikng. Dengan terburu-buru beliau berangkat ke Kampokng Beruak untuk melaksanakan ritual bayar niat Pak Siku. namun dipertengahan ritual beliau terjatuh dan langsung meninggal. Meninggalnya Pet Mangku Ure membuat masyarakat Kampokng Tae kembali kehilangan sosok pemimpin. Posisi manggongpun kembali kosong. Namun mereka tetap menunjuk Pet Anjak untuk menangani adat uang delapan. Hingga Pet Anjak meninggal, maka posisi manggong masih kosong dan kebijakan adat dipercayakan kepada kepala kampokng masing-masing. Pada tahun 1989, terdapat program pemerintah yaitu merubah manggong ke pemerintahan desa. Posisi manggong pun diganti menjadi kepala desa. Kepala Desa pertama yang terpilih bernama Paulinus Abut yang menjabat dari tahun 1989-2002. Pada tahun 1989 Kepala Desa mengangkat Pak Marjuki sebagai Temenggung, akan tetapi pada masa itu masyarakat kurang mempercayai temenggung, sehingga peran dan fungsi temenggung tidak berjalan dengan baik. Tahun 2003 Kepala Desa Tae yaitu Paulinus Abut meninggal dunia. Tahun 2013-2004  kekosongan posisi kepala desa akhinya dijabat oleh Pak Kari yang saat itu juga menjabat sebagai temenggung dan sekretaris desa. Melihat kekosongan jabatan kepala desa, maka dilakukanlah pemilihan dan terpilihlah Sekius Adis. Di tahun 2013 dilakukan kembali pesta demokrasi di Desa Tae dan terpilihlah Melkianus Midi sebagai kepala desa hingga saat ini. Dengan wewenangnya sebagai kepala desa yang berhak menetukan temenggung maka dipilihlah Bapak Anuk sebai temenggung Desa Tae hingga saat ini. 

 

Kecamatan
Balai
Kabupaten
Sanggau
Propinsi
Kalimantan Barat