Sejarah ternate ini dilatar belakangi oleh perjalanan lima bersaudara dari ternate maluku dengan misi penyebaran agama islam. Dalam perjalanan Itu mereka menggunakan perahu layar bernama Arumbae kole. Pendaratan pertama mereka adalah di pantai botang karena kehabisan air. Rombongan ini akhirnya memutuskan kembali ke perahu karena tidak menemukan sumber mata air. Sebelum naik ke parahu salah seorang dari kelima bersodara itu,yan gogo menghujamkan tongkatnya kepasir dipinggir pantai. Dari situlah keluar air tawar. Mata air itu masih ada hingga saat ini. Mata air ini disebut fei wanja dalam bahasa alor [bahasa indonwsia : air banda]. Setelah guci-guci gempat penyimpanan air terisi penuh mereka melanjutkan pelayaran.
Tersiar kabar bahwa raja alor berada didesa aimoli maka rombongan ternate ini singgah untuk bertemu sang raja. Mereka akhirnya saling bertukar cendramata,rombongan ternate memberi moko sebagai tempat ludah raja dan raja memberi sebuah pisau emas.
Dan mereka akhirnya memutuskan untuk tinggal di pulau nuha being. Setelah hidup beberapa tahun masalah mulai muncul seperti ketiadaan air. Maka dengan tongkat yang sama yan bogo menghujamkan tongkatnya di pasir namun tidak ada air yang kluar tetapi ujung tongkatnya terlihat basah. Sehingga mereka memutuskan untuk menggalinya bersama. Dan terbukti sumur tua itu masih ada hingga saat ini akan tetapi sebelum meninggalkan pulau nuha being air itu dengan sendirinya surut dan setelah beberapa tahun kemudian mereka akhirnya meninggalkan nuha being dan sepakat memberi nama pulau ternate. Rombongan ternate itu akhirnya berlayar menuju ke pantar.
Nama Nara Sumber : Nurdin Kasim
Umur : 71
Alamat : Desa Ternate
Pendidikan : tamat SD sederajat
Pekerjaan : Nelayan
Pewawancara : Muklis Lau