Sejarah desa wailolong (keweluk)

Basisdata Tradisi Lisan
SLKL
Nama Tradisi Lisan
Sejarah desa wailolong (keweluk)
Kategori
Sejarah lisan
Etnis Penutur
Semua masyarakat
Medium Penyajian
Menceritakan secara langsung ke pada siapa saja
Komponen Tokoh atau Pelaku
Keweluk (anak dari Lia Nurat)
Deskripsi

 Pada mulanya, Bapa Lia Nurat Nama, mengambil istri dari desa Kukung Lewo Pulo – Bala Lone Ribu (dari Paji), bernama Hadu Bole Teniba Duli. Pasangan ini dikarunia oleh Yang Maha Kuasa tujuh (7) orang anak yang tinggal bersama-sama di desa Tiwa Matan Pito – Bawa Jalen Lema.

    Ke-7 anak Lia Nurat yakni:

1. Belawa Burak Lian Somo

2. Keweluk Nara Sodo Bera

3. Kewaka Ile Aten

4. Beliti Hingi Hera Molik

5. Bang Powa Pama Nara

6. Em Peni Waha Burak

7. Mado Liko Wutun Roha Bain Lame


Setelah lama tinggal bersama-sama, mereka kemudian membagi diri mereka tinggal di masing-masing desa, dengan penguasaan tanah dan lain-lain. Salah satu dari ke-7 saudara ini, bernama Keweluk Nara Sodo Bera, mendapat tempat tinggal di sebuah lokasi bernama Keda Belu Nebo. Tempat ini berhadapan dengan desa Bantala ke Tanjung Bunga.

Setelah lama ia tinggal di lokasi itu, Bapak Keweluk Nara Sodo Bera, mengambil istri bernama Sabu Laka Rua Ua Male Jawa, di desa Riangkemie pada suku Lama Lewa. Pasangan ini dikaruniai dua orang anak laki-laki, yakni: 

1. Suban Pulo Regi Bera

2. Ile Ratu Lodo Bera


Setelah lama mereka tinggal di Keda Belu Nebo, mereka kemudian pindah di lokasi baru, yang diberi nama Tobi Wolo Wutun – Bao Mada Lolon. Di desa yang baru ini, muncul sebuah masalah yang menyebabkan Suban Pulo Regi Bera meninggalkan desa dan pergi tinggal di desa Bama sampai sekarang. Di desa Tobi Wolo Wutun, tinggal kedua orang tua bersama Ile Ratu Lolon (adiknya). Setelah dewasa, Ile Ratu Lolon mengambil istri bernama Kemohu Burak Sode Bole dari desa Riangkemie pada suku Lewa Hama. Pasangan ini dikarinia seorang anak laki-laki dan diberi nama Kebiro Raga Beso Loa. Setelah lama mereka tinggal di desa Tobi Wolo Wutun, mereka kemudian pindah lagi ke lokasi yang baru bernama Molo Nawa Molo Tora. Setelah Kebiro Raga Beso Loa dewasa, ia mengambil istri bernama Wasi Lelo Gelele Jawa dari desa Kenale. Pasangan ini dikarunia dua orang anak, yakni

1. Enga Bali Ama (laki-laki)

2. Lito Nue (perempuan)


Setelah lama tinggal di desa Molo Nawa Molo Tora, mereka kemudian pindah lagi ke lokasi baru bernama Lewatu atau Lewo Watu. Di desa yang baru ini, penduduk kemudian bertambah banyak. Pertama datang Demo Tena Mao, Deka Harut Gawi Rato, Tuka Mata Geli Sina. Kemudian menyusul Baka Ratu Ile Ama dari desa Puli Ata Tobe Mone (disekitar desa Mudakaputu). Menyul datang lagi Suku Doren Lama Lina dari Puli Ata Tobe Mone. Menyusul lagi Holo Sina Burak Jawa dari Sina Haka Jawa Gere. Kehidupan di desa Lewo Watu ini, dimulai dari Tahun 1863-1910 (47 tahun). Selama mereka tinggal di desa ini, Raja Tua dan Tua-Tua adat melaksanakan musyawarah untuk menentukan tata cara budaya-budaya adat, antara lain:

1. Membuka ladang baru

2. Kawin mengawin

3. Kelahiran

4. Kematian

5. Denda adat

6. Duduk menjaga rumah adat suku

7. Rumah adat korke

8. Belis seorang anak gadis, dll.


Setelah lama mereka tinggal di desa Lewo Watu, semua masyarakat sepakat untuk pindah di lokasi yang baru lagi bernama Reku Son Dai Re Leda Lodo, dengan maksud menjaga tanah ulayak di bagian selatan (Oka). Mereka tinggal di desa ini mulai dari tahun 1910-1918 (8 tahun). 

Akibat dari penyakit Kolera, banyak penduduk yang mati. Lalu disepakatilah mereka agar desa di pindahkan ke lokasi baru lagi bernama Pao Bele Lodo Tiwa. Mereka tinggal di tempat yang baru ini mulai dari tahun 1918-1979 (61 tahun).

Akibat bencana alam longsor, desa kemudian di pindahkan lagi ke loka baru yakni Badu Naran Bala Puho Gai Lodan pada tanggal 11 juli 1981 sampai sekarang. Tatanan budaya tetap dijalankan sebagaimana biasanya.


 Desa Wailolong ada hingga saat ini karena adanya orang pertama yang duduk di gunung Ile Mandiri yaitu Lia Nurat. Lia Nurat kemudian menikah dengan seorang perempuan bernama Hadung Boleng. Dari pernikahan mereka, lahirlah tujuh (7) orang anak yakni lima (5) laki-laki dan dua (2)perempuan. Anak ke-2 Lia Nurat yakni Keweluk mendiami desa Wailolong.

 Wailolong berasal dari dua kata yakni “wai” yang berarti air dan “lolong” yang berarti di atas. Wailolong berarti kampung di atas air. Desa Wailolong mengalami beberapa kali perpindahan tempat. Tempat yang pertama bernama Keda Belu Nebo, kemudian pindah lagi ke tempat bernama Tobi Wolo Wutun – Bao Mada Lolon, lalu pindah ke Molo Nawa Molo Tora, kemudian pindah ke Lewo Watu, kemudian pindah lagi ke Reku Son Dai Re Leda Lodo, kemudian pindah lagi ke Pao Bele Lodo Tiwa lalu pindah ke Badu Naran Bala Puho Gai Lodan (Wailolong yang sekarang).

Perpindahan tersebut terjadi karena adanya faktor bencana alam dan fakror penyakit.

Wailolong memiliki nama tradisional yakni: “LEWO DATON WAILOLONG, TANAH UNO LONI BALA”

Kecamatan
Ile Mandiri
Kabupaten
Flores Timur
Propinsi
Nusa Tenggara Timur